
(Penulis: Rhea Ilham Nurjanah)
Dapat ide saat mimpi.
Pernah merasakan saat tidur, lalu mengalami mimpi yang seru kemudian kita berbisik pada diri sendiri untuk mengangkat mimpi tersebut menjadi sebuah tulisan? Mungkin ada yang pernah mengalami, lalu langsung bangun dan mencari sarana menulis untuk segera mengamankan ide tersebut? Atau justru tetap tertidur karena sadar sedang bermimpi, tetapi masih merasa sangat mengantuk dan yakin ingat dengan ide calon tulisan tersebut saat terbangun nanti?
Lupa mengamankan ide.
Saat terbangun dari tidur, tiba-tiba ingat semalam mimpi seru atau mendapat ide brilian untuk calon naskah kita. Namun saat hendak dieksekusi, mendadak lupa mimpi apa, ya, semalam? Diingat-ingat, dipikir-pikir dengan keras, tak jua ketemu. Yah, apa daya, sang ide benar-benar sudah berlalu. Akhirnya hanya bisa tertunduk lesu.
Mendadak dapat ide di saat-saat “nanggung”.
Apakah itu saat sedang berkutat dengan masakan di kompor, keperluan “urgen” di kamar mandi, sedang membawa banyak barang belanjaan, sedang nanggung membawa kendaraan, dan sebagainya. Tangan kita belum sempat mengamankan ide calon tulisan karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan. Ketika ada kesempatan untuk mengamankannya, di saat itu pula sang ide sudah lebih dulu beterbangan menghilang tanpa ampun. Ah!
Baca juga : Antologi juga Karya Literasi
Lupa mengamankan naskah yang sedang dikerjakan.
Beberapa penulis mengaku sedang asyik menulis tanpa sempat untuk menyimpan hasil tulisannya. Setelah menulis lebih dari sehalaman dan akan disimpan, entah kenapa, jari salah memencet tuts keyboard. Bukannya mengklik “control S” atau menekan ikon menyimpan, jemari malah memencet “delete”! Baru sadar dan mendadak panik setelah jemari terlanjur memencetnya. Bagaimana rasanya? Luar biasa nyesek pastinya!
Mendadak listrik mati.
Sudah menulis cukup banyak. Belum sempat disimpan karena merasa nanggung. Di tengah keasyikan mengetik, tiba-tiba … pet! Listrik mati. Kita hanya sanggup melongo tanpa kata dan refleks menahan bernapas selama beberapa detik. Syok sekaligus ingin berteriak sekencang-kencangnya saat itu juga!
“Oh, tidak! Naskahku ambyar! Argh!”
Komputer error.
Hardisk atau sistem yang tiba-tiba rusak sehingga menyebabkan komputer mati. Kita tidak sempat atau belum mengamankan data-data yang ada di dalam flash disk, memori ekternal, dan sebagainya. Saat komputer sudah bisa diperbaiki, data-data bisa di-recovery memang, tetapi tampil dalam kondisi berantakan tak beraturan. Nama-nama filenya hilang. Judul-judul naskah digantikan dengan sejumlah nomor-nomor atau kode. Butuh waktu cukup lama untuk merapikannya Kembali, sementara deadline sudah dekat, data-data menulis harus segera dikerjakan dan disetorkan. Bagaimana rasanya, Sobat? Seperti ingin membenamkan diri dalam-dalam ke tanah!
Alat penyimpan data fisik mendadak hilang atau rusak.
Kita sengaja menyimpan data di memori eksternal komputer, gawai, maupun flash disk. Tetapi saat dibutuhkan, entah lupa, entah tercecer, atau lupa menyimpan. Semua barang-barang tersebut tidak ada. Dicari ke sana kemari, tetap tak ketemu. Sementara data di komputer belum sempat diperbaharui atau disesuaikan dengan data di alat penyimpan data yang hilang. Akhirnya cuma bisa pasrah, lunglai seketika, sambil berupaya bagaimana membuat ulang simpanan data yang masih kita ingat.
Komputer “wafat” selamanya.
Ini adalah ujian yang paling menyesakkan. Sesak tingkat dewa! Sampai-sampai penulis sekaliber Asma Nadia pernah mengatakan bahwa sepanjang karir menulisnya, beliau sudah beberapa kali berganti komputer atau laptop karena komputer yang dipakainya mendadak rusak, mati, dan tidak bisa diperbaiki sama sekali.
Apakah sebanding dengan hasil kerja kerasnya? Mungkin iya bagi beliau. Bukankah tak dapat dipungkiri bahwa lewat tangan dinginnya, banyak karya berkualitas lahir. Sedangkan kita? Entah! Mungkin langsung “the end of the world”. Hehehe.
Bagaimana, Sobat literasi? Sudah pernah mengalami satu atau dua hal di atas? Atau pernah mengalami semuanya?
Hahaha!
Selamat!
Sobat sudah “dikukuhkan” dan secara tidak langsung sudah diakui sebagai penulis. Sebab hampir semua penulis sudah pernah mengalaminya. Jika belum, bersiap-siaplah!
Apapun itu. Jangan lupa untuk tetap menulis dengan bahagia. Salam literasi.
***
dailyliteracyzone/rheailhamnurjanah
Dyah Yasmina
05/07/2020 at 01:17Nomer 6 dan 7 itu ujiannya orang skripsi, bukan? Saya mengalami itu waktu skripsi. Kalau pas nulis bebas seperti sekarang, paling sering yang nomer 3.
DLZ Admin
05/07/2020 at 08:33Ada yang pernah ngalamin juga. Macem-macem sih kasusnya. Hehe….
Ribka ImaRi
05/07/2020 at 16:09Huaaaa beberapa, aku pernah ngalamin sendiri Teh
ana-ne-niki
05/07/2020 at 16:46Sama seperti programmer….
Jaman dulu kalau terlintas sintax coding saat lagi ‘nanggung’ ya tulis di tembok…supaya aman.
DLZ Admin
06/07/2020 at 08:17waow! 😱😅
Muliana Buulolo
03/01/2021 at 20:55KETIKA HIDUP PENUH DENGAN KEGELISAHAN
DLZ Admin
03/01/2021 at 21:33Maka tuangkanlah kegelisahan itu dalam bentuk tulisan, biar tersalurkan energi-energi berlebih dan pikiran-pikiran negatif dari benak kita. Semangat!